Dan mataku kontan melotot begitu membaca deskripsi biografi disana.

—–BIOGRAFI—–
Gue cuma cowok biasa yang berharap segala sesuatu yang terbaik buat hidup gue.

Dan satu hal. Jangan pernah mengucap nama LADY GAGA di hadapan gue, sebab masa lalu udah ngebikin gue nggak pernah suka semua tentang DIA!

————————-

Aku tercekat begitu selesai membaca self biografi itu. Sebegitu bencinya kah dia pada The Mother Of Monster sampai-sampai menulis deskripsi seperti itu.

Tapi, wait wait!
Dia punya masa lalu yang membuatnya benci pada Gaga. Masa lalu apa?

Beribu tanda tanya semakin pelik berkelebat di otakku. Masa lalu seperti apa yang dimaksud oleh Stevan dalam biografi Facebooknya. Mungkinkah ia pernah kecewa pada Lady Gaga?

“Argggh! Ini terlalu rumit!”teriakku sambil mengacak rambutku saking pusingnya.

Dan detik berikutnya, aku nyaris terlonjak karena Samsung Galaxy II ku dengan kencang mendengkingkan nada panggil. Segera kuraih handphone yang terletak di atas kasurku dan melihat siapa yang menelepon. Rupanya Jamal. Tumben banget dia nelpon jam segini.

“Halo, ada apa Mal?”sahutku tanpa permisi.

“Gung, kayaknya gue punya seseorang yang bisa bantuin masalah lo sama Stevan deh?”sambar Jamal dari kejauhan sana.

“Hah? Maksudnya?!”tanyaku tak paham dengan arah perbincangan Jamal.

“Gue tahu seseorang yang bisa ngebantuin lo buat kasih clue tentang Stevan!”

Aku pun terkesiap. “Siapa?”

“Anak kelas 3! Kita temuin dia besok pagi di sekolah! Gimana?”

“Boleh. Tapi darimana lo kenal sama dia?”tanyaku penasaran.

“Ada aja!”celos Jamal sebelum mematikan teleponnya tanpa permisi.

Dan akupun menyeringai sembari menyimpan ponselku di saku. Good! Mungkin ini titik terang untuk menyelesaikan urusanku dengan si Ketua Osis sialan itu. Maka dengan setengah terburu ku log-out kan akun jejaring sosialku, mematikan laptop, kemudian beranjak cuci muka dan tidur. Aku ingin segera tidur dan bangun esok pagi. Aku ingin cepat-cepat bertemu dengan orang yang dimaksud Jamal tadi. Supaya rasa penasaranku terjawab. Supaya aku bisa membuat Stevan berubah pikiran dengan rencana penggusuran klub Little Monster.

Maka setelah selesai mencuci muka dan sikat gigi, segera kutarik selimut dan mengeset jam weker doraemonku agar berdering sepagi mungkin. God! Semoga malam cepat berlalu.

***

Keesokan paginya, dengan setengah terburu kulangkahkan kedua sepatu kets putihku menuju perpustakaan. Tadi ketika aku sampai, Jamal sudah sms kalau dia dan orang yang dia maksud sudah menungguku di kafetaria sekolah yang terletak di dekat perpustakaan. Maka tanpa basa-basi aku segera beranjak ke meja dimana Jamal dan anak kelas 3 SMA yang dimaksudnya duduk.

Disana, Jamal seperti biasa dengan cengiran kudanya nampak tengah menyesap es jeruk di depannya. Sementara disampingnya, seorang cowok berambut cepak dengan wajah dan body lumayan tampak asyik mengobrol dengannya. Cowok itu, nampak sedikit dewasa dibanding aku dan Jamal. Yah tipikal kakak kelas bijaksana seperti di sekolah-sekolah pada umumya.

“Hei!”sapaku begitu kakiku berhenti tepat di hadapan mereka.

“Hei Gung! Tumben lo on time, hahaha!”ledek Jamal dengan ekspresi yang membuatku ingin menamparnya dengan sepatuku.

“Sialan lo! Gue emang sengaja on time lagi! Untung aja weker gue bisa diajak kompromi!”cetusku.

“Hahaha! Dasar lo Gung, udah SMA masih aja terikat sama weker”ujar Jamal nyengir untuk kedua kalinya. “Oh ya, kenalin, ini Kak Garry yang aku maksud semalem”Jamal menggedikkan kepalanya kearah cowok disampingnya.

“Hei, aku Garry”ujar cowok itu memperkenalkan diri.

“Hei juga kak, aku Agung”jawabku seraya membalas jabatan tangannya yang kekar.

“Jadi Kak Garry ini temen deketnya si Stevan”jelas Jamal. “Emmm… lebih tepatnya, ex-boyfriend nya si Stevan itu!”

Mendengar yang barusan, aku kontan melotot. “Jadi Stevan itu homo?!”

“Hustt! Gak usah kenceng- kenceng kali! Kayak sinetron aja lu!”protes Jamal karena kecerobohanku yang dengan pede menyebut kata ‘homo.’

Serius! Aku kaget banget begitu tahu kalau musuh bebuyutanku itu ternyata PLU juga. Apalagi ex-cowok nya sekeren Kak Garry ini. Aku benar- benar nggak nyangka!

“Jadi Kak Garry tahu alasan kenapa Stevan begitu benci terhadap Lady Gaga?!”tembakku segera dengan rasa penasaran yang sudah memuncak di ubun- ubun.Aku sudah benar-benar kepalang penasaran dengan rahasia tentang Stevan.

“Maksudmu, mengenai masa lalu yang membuat dia membenci Gaga?”terka Kak Garry setengah menaikkan alis kanannya.

“Ya! Kakak tau sesuatu?”jawabku mantap.

Sesaat kulihat Kak Garry menghela napas. Lantas seakan mengingat sesuatu diantara tumpukan memori di otaknya, ia menerawang jauh.

“Ceritanya amat sangat panjang..”sambungnya.

“Ceritakan saja Kak! Semuanya!”sentakku menggebu yang membuat Jamal yang sedari tadi diam kontan mendelik karena aku nggak sabaran.

“Sabar dikit napa sich! Nafsu amat!”dengus Jamal.

“Yee, biarin aja lagi! Orang Kak Garry nya aja nggak keberatan, kenapa jadi lu yang sewot?”

“Udah udah…”potong Kak Garry menengahi. “Oke, aku akan ceritakan semuanya”jelasnya sebelum mulai bercerita semua tentang Ia, Stevan, dan Lady Gaga.

“Dulu, Stevan sangat memuja Gaga. Sama sepertimu, dia juga tak pernah sedetikpun menyingkirkan The Mother of Monster itu dari hidupnya. Tapi itu dulu, sebelum ia bertemu denganku,”Kak Garry mendesah berat, seakan baru saja mengeluarkan seganjal rasa berat dari hatinya.

Akupun tersentak mendengar penjelasannya.

“Apa maksud nya ‘sebelum bertemu Kakak’?”

Kak Garry menarik napas lagi, masih berat seperti ia membuangnya tadi.

“Semenjak berpacaran denganku, Stevan sering merasa bersalah karena aku selalu protes dengan hidupnya sebagai Little Monster,”suara Kak Garry terdengar bergetar. “Aku selalu berkomentar pedas jika dia mulai membicarakan single atau ulah kontroversial terbaru dari Gaga.”

Aku mengernyit, “Lantas masalahnya?”

Kak Garry mengangkat bahu. “Aku memutuskannya karena dia terus saja sibuk dengan dunianya!”

Aku nyaris terlonjak, jadi…

“Aku tahu dia sangat mencintaiku, aku sangat tahu..”

Kak Garry memberi jeda. “Dan dia nyaris bunuh diri karena kuputuskan!”

“Hah?”

“Aku tahu aku memang kejam, memutuskan karena alasan konyol. Aku tahu kalau aku membunuhnya secara perlahan, aku tahu,”suaranya kian bergetar, kepalanya kian tertunduk.

“Jadi semenjak itu Stevan membenci Gaga?”ucapku menarik kesimpulan. “Jadi semenjak Kakak putuskan dia ingin melupakan semua tentang Gaga?”

Lelaki itu mengangguk pelan. “Mungkin?”

“Kenapa Kakak begitu kejam? Apa dimata Kakak Gaga itu menjijikan hingga Kakak melakukan itu!”desisku sedikit emosi.

Kulihat Kak Garry menggeleng lemah, sementara bola matanya memerah, menahan agar air matanya tak jatuh. Sebab jika air matanya jatuh, artinya dia seorang pecundang.

“Bukan begitu Gung,”elaknya.

“Lantas apa?”pekikku yang membuat Jamal mendelik.

“Aku hanya ingin Stevan memberikan perhatiannya padaku! Aku hanya ingin ia sedikit melupakan Gaga jika sedang bersamaku. Itu saja!”

“Tapi cara Kakak salah, itu membuatnya salah paham. Dan sekarang dia jadi membenci Gaga!”semburku lagi. “Dan mengacaukan ku!”

Bisa kulihat gurat penyesalan pada mimik Kak Garry, aku mengetahuinya. Ini memang sulit. Ia sudah terlanjur membuat Stevan membenci Gaga. Ia sudah mencuci otak dan memutar balikkan persepsi Stevan terhadap Gaga.

“Pukul aku jika aku bisa menghargainya sebagai kata maaf.”Air matanya membuncah. Kak Garry kalah.

“Tak ada gunanya aku memukul Kakak,”ujarku. “Jika Kakak memang serius meminta maaf, tolong bantu aku.”

Kak Garry terkesiap, lantas menolehkan wajahnya kearahku. “Apa ada yang masih bisa kulakukan?”

“Ada,”jawabku seraya mengangguk. “Tolong bantu aku membuktikan kalau persepsi Stevan tentang Gaga itu salah.”

Ia menatapku sangsi, “Apa aku bisa?”

Untuk kedua kalinya aku mengangguk,“Jika Kakak percaya, aku yakin kakak bisa”

Kak Garry tersenyum, sebongkah batu besar telah terangkat dari hatinya.

“Kakak mencintai Stevan kan?”

Ia mengangguk takzim, “Sama seperti malam mencintai gemintangnya.”

Aku ikut tersenyum, rupanya Kak Garry puitis juga.“Kalau begitu, bantu aku dan dapatkan Stevan Kak!”

….continued!