CUAP2 NAYAKA

Again! Jangan bosan-bosan ya, sahabat. Ini kolaborasi kedua beberapa author di DKN setelah dulu sempat muncul sesi 1-nya. Masih seperti yang pertama dulu, kami mengisahkan tembang-tembang yang pernah terselip di secuil perjalanan hidup yang sudah terlewati dan jadi masa lalu (namun bukan berarti masa yang sudah lewat itu harus dilupakan), justru masa lalu itu kadang ada yang terkenang hingga kita tua nanti (insyaallah), apalagi bila ada lagu yang kebetulan meramaikannya, jadi… di masa depan ketika kita mendengar lagu itu baik sengaja atau tidak, bersiap-siaplah, masa lalu itu akan menemani masa kita saat itu.

Hehehe, pusing ya dengan paragraph di atas? Sukuriiiin… intinya, aku mau bilang kalau tulisan-tulisan yang akan kalian baca di bawah cuap-cuapku ini adalah pengalaman real kami yang menulisnya. Sudah jadi masa lalu memang, tapi aku yakin bakal sering hadir menemani hari-hari selanjutnya dari sisa hidup ketika telinga kami mendengar lagu-lagu yang story-nya sudah kami tuliskan ini. Terlebih lagi aku, kayaknya bakal ingat terus. Kekekeke.

Last, aku yakin author yang lain selainku juga menikmati ketika menulis cerita mereka ini, jadi… tak salah jika aku bilang, semoga kalian menikmati membaca OUR STORIES Of SONG seperti KAMI menikmati ketika menulisnya.

Wassalam

Nayaka

###################################################

 

 

[Satria]

Something ‘Bout Love – David Archuleta

Bonjour tout le monde!

Aku yakin kalian semua punya cara masing-masing untuk bisa konsentrasi belajar, terutama untuk menghafal. Mungkin dengan menyendiri di tempat sepi, atau malah sebaliknya di tempat yang ramai dan gaduh, atau mungkin dengan cara-cara lain. Tapi aku bukannya mau ngajarin cara belajar yang baik dan benar loh ya. Bukan, tapi ada kejadian yang sebenarnya sedikit memalukan di balik cara belajarku ini.

Aku punya kebiasaan yang unik saat belajar. Pertama, aku tidak penah bisa diam saat belajar. Maksudnya bukan belajar sambil ngomong dengan suara kenceng tapi mondar-mandir kayak setrikaan rusak. Kedua, kalau sudah bosan belajar sendiri sambil mondar-mandir, aku akan mengganggu teman-temanku yang sedang belajar. Memang kelihatan aneh, tapi percayalah, dengan cara seperti itu hafalan apapun akan cepat aku hafalkan.

Kisahnya terjadi satu tahun yang lalu, saat aku ikut blok kardiologi. Hari itu hari selasa, kuliahnya full anatomi, teori + praktikum. Dan modal untuk bisa ikut praktikum anatomi adalah belajar.

Yang aku tau, hari itu aku tidak beruntung. Aku bangun pagi dan sadar kalau hari itu full kuliah anatomi, sialnya kemarin aku tidak belajar sama sekali. Dalam kepalaku langsung berputar, kalau aku tidak belajar berarti bisa-bisa aku tidak lulus responsi praktikum, kalau tidak masuk praktikum berarti kehilangan satu absen kehadiran, kalau absen kehadiran tidak cukup 80% berarti tidak boleh ikut ujian, tidak ikut ujian berarti tidak lulus anatomi, tidak lulus anatomi berarti tidak lulus blok kardiologi dan harus mengulang tahun depan. Huwaaaaaaa, aku gak mau….

Aku langsung bersiap. Mandi, ganti baju, masukkan buku dan jas praktikum ke dalam tas, and go to campus. Sarapan? Skip aja. Aku naik angkot ke kampus. Selama perjalanan aku berusaha untuk buka buku dan belajar. Aku tidak mungkin jalan mondar-mandir dalam angkot atau mengganggu penumpang lain dengan pentanyaan-pertanyaanku, bisa-bisa aku ditendang keluar dari angkot. Alternatifnya, pasang headset lalu putar mp3 dan belajar.

Sialnya angkot yang aku tumpangi mogok saat sudah dekat dengan fakultasku (sebenarnya masih jauh kalau jalan kaki). Tapi daripada naik angkot lagi, aku memilih untuk jalan kaki sambil baca buku (mengganti metode mondar-mandir), hehehehe.. aku pilih lewat jalan pintas, jalan kecil di antara fakultas perikanan dan FKM yang tembus ke halaman parkir belakang fakultasku. Dan untuk menambah konsentrasi aku pasang headset dan memutar mp3 instrumentalia. Tapi yang terputar bukannya musik instrumental malah Something ‘bout love-nya David Archuleta. Haiissh, tapi ya sudahlah, daripada aku musti buang waktu repot ganti lagu mending dinikmati saja. Lagian lagunya tidak berisik-berisik amat kok.

 

Every night it’s all the same
You’re frozen by the phone
You wait, something’s changed
You blame yourself every day
You’d do it again
Every night

There’s something ’bout love
That breaks your heart
Whoa oh oh oh
It sets you free
There’s something ’bout love
That tears you up
Whoa oh oh oh
You still believe
When the world falls down like the rain
It’ll bring you to your knees
There’s something ’bout love that breaks your heart
Whoa oh oh oh…
But don’t give up
There’s something ’bout love

 

Vaskularisasi dan inervasi jantung.

 

When you were young
Scared of the night
Waiting for love to come along
And make it right
Your day will come, the past is gone
So take your time
And live and let live

There’s something ’bout love
That breaks your heart
Whoa oh oh oh
It sets you free

There’s something ’bout love
That tears you up
Whoa oh oh oh
You still believe
When the world falls down like the rain
It’ll bring you to your knees
There’s something ’bout love that breaks your heart
Whoa oh oh oh…
But don’t give up
There’s something ’bout love

 

Komponen sistem induksi jantung.

 

Don’t fight
Don’t hide
Those stars in your eyes

BRAAKKK!!!

Aku menabrak sesuatu, seperti tiang. Dahi dan hidungku kena benturan lebih dahulu, sakit banget. Aku langsung jatuh terduduk karena hilang keseimbangan. Dan aku benar-benar melihat stars in my eyes. Aku ditolong seseorang yang ternyata tukang sapu jalan.

“Adek gak papa?. Tadi saya udah panggil-panggil kalo ada tiang listrik di depan, tapi adeknya nggak dengar.” Kata tukang sapu itu.

Ya ampun, ternyata dari tadi aku putar mp3 dengan volume tinggi sampai-sampai tidak bisa dengar suara yang lain. Hehehe, jadi malu. Setelah berterima kasih ke tukang sapu, aku melanjutkan jalan ke fakultas tanpa baca buku tentunya. Aku berharap tidak ada temanku yang melihat kejadian tadi, cukup tukang sapu itu dan beberapa mahasiswi FKM yang terlihat cekikikan saat melihatku.

Saat kuliah teori di tengah jalan, tiba-tiba dosenku nunjuk ke aku dan bilang,

“Kamu, iya kamu. Kamu yang tadi pagi cium tiang listrik kan?”

Astaga, ternyata dr. Aziz lihat kejadian tadi pagi. Kemudian dia menceritakan detil kejadiannya dan jadilah aku pusat perhatian seisi kelas. Aku berhasil mengalihkan dunia mereka #plak. Malu banget. Dan aku dibombardir pertanyaan oleh dosenku karena aku dianggap sudah belajar. Untung ada beberapa yang bisa kujawab.

Berikutnya tidak ada lagi kesialan di anatomi yang menimpaku. Pertama, aku dipersilakan ikut praktikum tanpa harus ikut responsi sementara yang lain wajib ikut dan lulus. Kedua, aku lulus anatomi di blok ini dengan nilai memuaskan, padahal aku tidak belajar (kebiasaan). Dan setiap aku dengar Something ‘bout love, pasti ingatanku akan kembali pada peristiwa ciuman dengan tiang listrik di blok kardiologi… heheehehe

It’s something ‘bout love…..

________________________________________________________________

[Faid]

Your Call – Secondhand Serenade

Udara pada malam itu begitu gerah dan pengap. Rasanya seperti dimasukkan ke dalam ruangan yang penuh uap panas. Kenyataan bahwa malam itu rumah kostku terkena jatah giliran pemadaman listrik semakin membuat hati suntuk tak karuan. Bagaimana tidak, kipas angin yang biasanya selalu stand by mengalirkan udara segar di kamar ini tak bergeming karena sang penyalur nyawanya mati, listrik.

Setelah membuka kaos yang sebagian basah di beberapa tempat, aku memutuskan untuk keluar balkon kamar. Yap, kamar kostku terletak di lantai dua. Dari atas sini kita bisa melihat kerlap-kerlip pijar-pijar lampu hotel Sahid, dan fantastisnya laser di atas gedung Triliunt Apartement. Kawan-kawan sebelah kamar sudah lebih dulu nangkring di tembok balkon dengan bertelanjang dada sambil mengudut rokok. Mereka ribut berdebat tentang siapa yang akan mengisi kamar di sebelah kamarku. Yang satu berkata kalau yang akan mengisi adalah anak yang bekerja di WTC, yang lainnya membantah salah. Pusing memang, apalagi dengan suasana yang gerah dan suara musik yang keluar dari speaker hp cina yang aduhai seraknya. Akhirnya aku memilih duduk di sudut balkon sebelah kiri. Di sini aku bisa bersandar pada dinding pembatas. Nyaman dan sangat pewe.

Tiba-tiba terdengar suara gelegar guntur yang sangat keras. Semua yang ada di balkon kaget dan terdiam sejenak. Ternyata gerah dan pengap tadi adalah pertanda akan segera turun hujan. Dan tidak lama kemudian hujan perlahan turun, semakin lama semakin deras. Aku tadahkan telapak tanganku untuk meraup air hujan yang turun dari atap. Segar dan sangat menyenangkan. Hati yang kusut sedari tadipun hilang terganti dengan perasaan yang adem tentrem. Aneh..

 

Waiting for your call

I’m sick

Call I’m angry

Call I’m desperate for your voice

Listening to the song we used to sing

In the car

Do you remember

Butterfly, Early Summer

It’s playing on repeat

Just like when we would meet

Like when we would meet

 

Itu adalah lagu Secondhand Serenade yang berjudul Your Call. Ternyata player musik hp cina tadi telah sampai di lagu itu. Tidak seperti lagu-lagu gaje yang sedari tadi diputar. Lagu ini, Your Call entah bagaimana bisa menyatu dengan suasana pada malam itu. Hujan masih turun dengan derasnya.

 

Cause I was born to tell you I love you

And I am torn to do what I have to

To make you mine

Stay with me tonight

 

Petikan gitar dan suara yang mengalir membaur bersama derasnya hujan yang turun. Bau tanah basah, asap dari dapur ibu kost, harumnya melati yang terguyur hujan menjadi paduan wewangian yang tiada duanya. Suara kawan-kawan yang berisik sedari tadi tiba-tiba lenyap diganti dengan kesunyian yang damai.

 

Stripped and polished

I am new

I am fresh

I am feeling so ambitious

You and me

Flesh to flesh

Cause every breath that you will take

When you are sitting next to me

Will bring life into my deepest hopes

What’s your fantasy?

(What’s your, what’s your, what’s your…)

 

Aku tak bisa Bahasa Inggris, dan aku tak hafal lagu itu. Padahal ingin sekali bisa ikut menyanyikan Your Call dengan suara lirih. Tapi biarlah, sekalipun tak ikut menyanyikan tapi aku tetap bisa menikmati lagu dan membaur bersama alam sekitar. Naanaa nana…. dendangku ketika itu. Syahdu dan penuh kedamaian. Malam itu, benar-benar malam yang tak bisa terlupakan. Sekalipun sederhana, hanya hujan yang kebetulan ada lagu Secondhand Serenade tapi itu tetap membekas, sampai sekarang.

 

Cause I was born to tell you I love you

And I am torn to do what I have to

To make you mine

Stay with me tonight

 

And I’m tired of being all alone

And this solitary moment makes me want to come back home

(I know everything you wanted isn’t anything you have)

 

Dan di hari-hari selanjutnya, ketika aku sengaja atau tidak mendengar lagu Your Call itu ingatanku akan kembali ke masa itu. Kost yang pengap, suara kawan-kawan yang berisik. Dan ingatan akan bau tanah basah, dan harumnya melati segar.

 

Cause I was born to tell you I love you

And I am torn to do what I have to

To make you mine

Stay with me tonight

 

Cause I was born to tell you I love you

And I am torn to do what I have to

To make you mine

Stay with me tonight

(I know everything you wanted isn’t anything you have)

 

Hujan, Your Call milik Secondhand Serenade, bau tanah basah, melati basah, dan aku… mungkin, sudah terikat takdir.

________________________________________________________________

[Javas]

Mirai E -Kiroro

Hora ashimoto wo mitte goran kore ga…

Anata no ayumu michi…

Untuk story of song kali ini, aku akan mengangkat tema Kiroro. Ada dua lagu legendarisnya yang sampai sekarang aku hafal liriknya.

Bermula dari mata pelajaran bahasa Jepang di SMA. Tatik-sensei ngasih selembar kertas selembar yang isinya huruf Jepang. Untuknya Cuma hiragana, coba kalau kanji, pingsan di tempat. Ternyata sebuah lirik lagu yang judulnya ”Mirai e”. Setelah itu beliau ngasih komando buat laboratorium bahasa. Sesuai dugaan, listening dengan melengkapi lirik.

Namanya juga murid, tetap canggih ketimbang guru. Sehari sebelumnya aku sudah dapat bocoran dari kelas sebelah. Lumayanlah, sudah punya contekan. Yes! Dan si sensei senyum-senyum karena hasilnya memuaskan, rata-rata cuma salah satu dua. Itupun sengaja disalahi. Biar nggak ketahuan dapat sontekan. Yes lagi!

Usut punya usut. Karena selama pelajaran, lagu ini sering diputar di kelas. Mendadak jadi demen. Mulailah nyari CD dan minta di-burning-kan sama sensei. Jaman kelas 1 SMA aku belum punya HP. Lalu sensei ngasih se-album, ini lagunya kiroro, duo jepang kesukaan sensei, begitu katanya. Sejak saat itu, mendadak Mirai E milik Kiroro jadi lagu wajib di sekolah.

Mau makan di kantin, mau lagi pemanasan olah raga. Mulutku rasanya mendengung terus. Ingat juga, waktu pulang berjamaah sama teman-teman. Di bus, kita kayak paduan suara nyanyi itu. Untung satu bus isinya anak SMAku, jadi ya nggak jaim-jaim banget,

Naik kelas dua, si sensei nggondol bule Jepang dan dimasuki kelasku. Parahnya, setiap anak disuruh nanya satu per satu. Saat itu nanya ke bule Jepang yang namanya Yukiko Morishita itu wajib, dapat nilai plus kalau semisal tes membaca bahasa Jepangnya belepotan. Akhirnya aku tanya, numero uno, faktor nama awalan A jadi ditunjuk pertama.

Morishita-san, anata no uta ga suki nan desu ka?” Pede saja. Namanya juga usaha biar dapat nilai.

Entah apa jawabnya. Dia bisik-bisik sama sensei. Akhirnya sensei nyuruh sekelas. Bertigapuluh enam nyanyi bareng. Oke tebak, lagu apa yang kami nyanyikan?

Ouch yeah, Mirai E berkumandang lagi….

Habis nyanyi, si Yukiko gantian nyanyi. “Nagai aida matasete gomen” aku nggak begitu ngeh. Baru part yang ini. “Kizuita no anata ga konna ni mune no naka ni iru koto  Aishiteru masaka ne sonna koto ienai” Lho? ini lagu yang sering aku request di radio saat ada acara asian lover. Lagu yang aku belum tahu judulnya. Saat request ya cuma, “lagu yang ada kata aishiteru-nya” akhirnya si Yukiko ngasih tahu judulnya. Nagai Aida dari Kiroro juga.

Yeah, jadi lagu wajib lagi.

Saat kelas 3 SMA, Nihongo dilengserkan dengan pelajaran Elektro. Suram. Pupus susah ketemua Yukiko Yukiko lainnya…

Hey Yukiko-chan apa kamu masih seneng kerupuk kaleng seratusan yang warna putih itu? Apa di jepang ada sambel pecel yang suka bikin matamu nangis dan muka kemerahan, tapi pengen nambah terus. Aitainda!

________________________________________________________________

[Nayaka]

Belah Duren – Julia Perez

Ketika menemukan ide untuk menulis story of song ini beberapa hari lalu, sumpah… aku ngakak besar hingga nyaris berair mata. Teringat bagaimana dulu dengan begitu percaya dirinya aku pernah mendesah-desah tak jelas di corong hape untuk merekam suaraku sendiri. Silakan anggap aku aneh ya. Yang penting jangan kaget dan jangan muntah, jangan heran dan jangan pusing, jangan pingsan apalagi hingga harus mesan batu nisan. (halaaaah… lebay).

Pasti pada kenal Jupe dong! Yep, laguku kali ini adalah Belah Duren milik Julia Perez. (gubrakkk, segera ngebayangin seorang Nayaka nyanyi Belah Duren dengan penuh penghayatan di corong hape). Ya, silakan ngebayangin juga. Biar lebih berasa, nih aku kasih bagian yang kupilih untuk kurekam (gak kasih rekamannya aja, Nay???) Rekamannya hanya untuk dinikmati kalangan kerabat saja, maaf. Nih, simak yaa… ehhemm…!

Semua orang

Paling suka belah duren

Apalagi malam pengantin

Sampai pagi pun yo wis dhuehh…

Ya Tuhan, aku ngakak lagi. Mari kita mulai ceritanya…

***

Alkisah, tersebutlah seorang anak manusia suka nulis dan tidak suka dikatain kayak bebek (ya iyalah, jangankan anak manusia, anak bebek kalau ngerti bahasa manusia juga gak mau dikatain kayak bebek) yang kerap disapa NAY. Ia punya teman dunia maya super baik yang sering dipanggil APH. Nay-Aph telah berteman via email dan chatting selama beberapa dekade (?), hanya lewat email dan chat saja sejauh itu.

Pada suatu hari, Aph mengutarakan ide aneh tapi cemerlang. Katanya, “Nay, aku pengen dengerin suaramu…” kalau gak salah gitu deh kalimatnya.

Penuh bingung, Nay bertanya, “Gimana caranya?”

Jauh hari sebelumnya, Nay-Aph sudah setuju kalau gak akan pake nomor operator simcard untuk menjalin komunikasi. Menurut mereka, komunikasi via ponsel akan membuat hubungan LDR (apapun spesifikasinya; pacaran/sahabatan/saudara-angkatan/adik-kakakan/dsb) akan cepat sampai pada fase bosan, kurang greget. Tapi Nay tau, selain faktor kurang greget itu, Aph sepakat untuk tidak menggunakan ponsel juga karena mengerti alasan privaci dan alasan kecil lain yang diutarakan Nay. Sungguh, Aph adalah sahabat dunia maya pertama paling baik yang pernah dimiliki Nay saat itu, hingga sekarang.

“Kita saling ngerekam suara, nanti kita dengerin bareng-bareng dan ketawa bareng-bareng juga saat chatting. Gimana?” Aph menjelaskan ide brilliant-nya.

Nay langsung setuju, manut-manut kayak ayam matukin comberan (?), padahal Aph gak bias liat tuh.

Tiga hari pasca persetujuan. Pulang kerja. Nay dengan penuh penghayatan mulai mendesah-desah. Belah Duren menjadi pilihan pertama dari beberapa lagu yang akan dirusaknya. Dengan suara dibuat terdengar mirip Jupe, cengkok lagu Belah Duren pun melesat tumpah ruah. Sebenarnya Nay pengen merekam semua liriknya, namun sayang ia keburu malu hati dan cengengesan malu-maluin. Sumpah, ketika rekaman itu diputar untuk dipertimbangkan kelayakannya, Nay mendadak pusing, mual-mual, mata berkunang dan jantung terserang aritmia. Lalu, Nay ngakak besar-besar. Sedetik kemudian, Belah Duren diputuskan untuk ikut dikasih ke Aph, dengan harapan kiranya Aph menderita autis akut seperti yang dialaminya pasca mendengar si Jupe gadungan dalam rekaman.

Begitulah ceritanya… masih membekas hingga sekarang di hati Nay.

***

Dear Mbakku, Mbak Afni…

Masih ingat malam kita ngedengarin rekaman kita? sampai sekarang aku masih nyimpan file Yesterday-nya Mbak, juga puisi Kahlil Gibran yang begitu indah dan kuat yang berhasil Mbak suarakan dengan intonasi yang pas. Aku suka, keduanya. Apa Mbak masih nyimpan Belah Duren-ku??? kekekekekeke…

Sedikit ya, Sahabat… menyanyikan lagu belah duren bukan berarti aku suka lagu itu, I’m not. Ide untuk merekam bait lagu itu juga tidak kurencanakan sebelumnya, saat itu tiba-tiba saja aku ingin. Aku tak hapal lagunya, hanya dulu sering mendengar diputar di PC tempat kerjaku, itulah mengapa aku hanya merekam satu bait karena aku tak hapal semua liriknya. Andai saja aku hapal dan merekam semua, aku jamin, Mbak Afni pasti kepengen belah duren beneran… kekekekekeeeh. (ampun, Mbak)

Sekarang, jika dengar lagu Belah Duren lagi, aku seperti mereview awal hubunganku dengan Mbakku ini. Dari pertama emailnya masuk inbox yahoo-ku hingga pesannya kini masuk inbox hapeku, dari saling memanggil Nay-Aph kepada panggilan Babybro-Mbakku, dari hanya hubungan penulis dan pembaca kepada hubungan saudara, Mbak Afni sudah seperti kakak bagiku, dan aku yakin… aku juga sudah seperti adik baginya.

Untuk semua saudaraku yang ikut menulis dalam post ini, aku sayang kalian. Untuk semua author yang ikut meramaikan DKN, Nayaka sayang kalian. Untuk semua sahabatku yang membaca postingan di DKN (tak hanya ini), AKU SAYANG KALIAN.

Akhirnya, Kesempurnaan hanyalah milik-Nya dan kesilapan adalah milik kita manusia (Dorce Show banget), untuk itu maafkanlah jika ada tutur Nayaka yang tidak elok dalam postingan ini. Jika ingin belah duren, ajak-ajak Nayaka yaa… kekekekeeeh… :p

________________________________________________________________

[Yuuki]

Perahu Kertas (Maudy Ayunda)

 

Minggu siang jam 10.20, aku masih jadi ‘Kamen Rider’ hari itu, muter-muter kota tanpa ada tujuan yang jelas, hingga ku terima Mail (baca : SMS) dari Mba Oliphe.

“Mau gabung ntn PK 2, yg  Jm 11.30. Jgn mepet..”

Segera saja aku mengiyakan. Hehehe aku butuh teman hari ini. Masih ada waktu, jadi aku lanjutkan memacu motorku. Cepat.

Akhirnya kami bertemu dan saking asyiknya nonton, saking menghayatinya, aku malah mewek sendiri, ngapus air mataku diem-diem, malu ketahuan temenku, xixixixi… lagian aku ndak pernah nangis di depan umum euy… reputasiku sebagai ANBU bisa hancur #Hajared XP

Waktu akhir Movie PK 2 (Perahu Kertas 2) Lagu Perahu Kertas yang di bawaain mba Maudy Ayunda mengalun memenuhi bioskop, yang lain udah berebut keluar nah aku malah betah banget nangkring di sono. Lagu ini ada di list MP3ku, adikku yang kasih, ternyata lagunya bagus yak. Hehehe XDD

Waktu itu aku baca Komen terbaru di Notesku FB ku

“ Dakara boku no michi ga mitsuketa … kyo no yoru wa, jakaruta e ikimasu, soshite ashita kara, jambi ni sunde imasu … minna, koko made iro-iro arigatougazaimasu… “

Aku masih nggak ‘Ngeh’ sampai Mba Oliphe ngajakin keluar.

Di luar bioskop kita udah kayak vampire,  sinar mentari bikin kita memincingkan mata. Ugh! Silau… xixixi

Habis nonton, aku ke gramedia sama Mbak Oliphe buat cari ‘Barang’ bagus  LOL, sambil denger  lagu Perahu Kertasnya mba Ayunda dari MP3ku,  longok sana longok sini, eh nemu The Sweet Sins, ya udah aku beli, waktu itu juga Mba Oliphe tiba-tiba bilang…

“Katanya Andhi kerja keluar jawa loh, hari ini berangkat ke Jakarta,”

HAH?!

Ekspresi ku GaJe bo’deh kayaknya waktu itu, kaget dan terkejut luar binasaaa~

Langsung aja Mba Oliphe aku berondongin berbagai pertanyaan.

Andhi itu ketua grup Japanese community di kota ini.

Gimana nggak terkejut, aku langsung inget waktu-waktuku ama Ketua Grup ku itu. Waktu pertama kali ketemu, waktu kita ngumpul-ngumpul di Alun-alun, ’ngerampok’ anime and dorama di rumahnya, Rapat ampe tengah malem, datang ke Event di luar kota, waktu kita sama-sama BT trus Nggalau bareng di Kafe, waktu kita janjian  ke gramedia, waktu…

Ugh! Damn! Jadi kemarin ntu terakhir aku ketemu sama Ketua, jadi maksud balasan komen di Notes FB ku itu maksudnya…

Huft~

Ga tahu kenapa ya… sampai rumah pun aku tetep dengerin lagu itu sambil terus mikir, bukan cuma tentang sang ketua sih, tapi juga tentang kenangan-kenangan sama semua temen-temen di grup.

Dan bukan cuma yang bisa aku temui secara langsung, tapi juga tentang mereka yang mengatakan ‘aku temanmu’ di dunia maya, mereka yang datang kemudian pergi, mereka yang dekat kemudian menjauh.

Mereka yang dulu ada kemudian menghilang tanpa kata.

Mereka yang kusambut uluran tangannya tapi kembali melepasnya…

Mungkin hatinya tak memilih untuk dekat denganku

Mungkin hatiku tak dipilih olehnya

Mungkin aku yang belum tahu cara ‘melepas’ saja… ^^

Temenku…

dimanapun kamu, apapun yang sedang kau lakukan sekarang,

Aku cuma pingin kamu tahu…

Aku seneng  benget  udah kenal kamu

Diantara milyaran manusia di dunia ini… aku seneng bisa nemuin kamu

Aku nggak tahu, kamu anggap aku ‘berarti’ apa nggak

Aku nggak tahu, apa ‘ikatan’ ini cuma sepihak saja dan cuma aku yang merasa

Bahkan mungkin ‘kadar’ rasa ‘berarti’ mu ke aku ga sama dengan ‘kadar’ rasa ‘berarti’ ku ke kamu…

Tapi, sungguh…  Aku bahagia banget.

Karena bagiku teman itu kamu.

Dan kamu berarti untukku.

Iro Iro mo~ Arigatou Gozaimasu ^^

Aku pergi dulu… karena …

 

 

Perahu Kertas ku belum berlabuh

Yuuki ^^

________________________________________________________________

[Olief]

Sang Mantan (Nidji)

Aku mulai menjelajah dunia maya ketika aku lulus SMA, 2005 lalu. Dan benar-benar secara full dunia maya adalah salah satu kehidupanku ketika aku mulai kerja di warnet lima tahun lalu. Saat itu aku seperti menemukan dunia tanpa batas yang begitu mencengangkan. Banyak hal yang kudapat dari dunia itu. Pikiran-pikiran orang, opini-opini, berita-berita terkini, bahkan video Dewa 19 yang belum pernah kulihatpun ada. 😀

Aku menemukan komunitas-komunitas yang bisa jadi keluarga baru didunia maya. Lalu yang terpenting adalah ketika betapa bahagia. Senang. Dan seakaan Allah begitu baik mengabulkan doaku bertahun-tahun lalu ketika aku masih kecil. SMP mungkin. Kalian tahu aku selalu berharap aku dapat membuat tulisan yang dibaca orang lain. Bahkan sempat aku berfikir akan membukukan semua tulisanku dalam sebuah buku dan kupinjamkan ke teman-temanku untuk mereka baca, namun kuurungkan karena emangnya sebagus apa mereka mau baca tulisan jelekku. Hehehe

Hingga suatu ketika, manajer di warnetku memberitahu dan mengajariku mencari sebuah forum nulis. Naahh dari mbah gugel akhirnya aku menemukan impianku jadi kenyataan. Sejak saat itu hidupku sebagian ada di forum nulis itu. Menuangkan ide, berekspresi, belajar dan mengenal berbagai macam orang dan menjalin ikatan-ikatan.

Seiring waktu, disana aku kenal dengan seorang lelaki. Usia diatasku lima tahun. Begitu dewasa, puisinya serupa syair melayu yang paling syahdu. Dia tinggal di Batam, asli Sukabumi. Bahasanya melayu bercampur sunda. Syairnya bernafas melayu yang indah, beda banget sama aku yang masih cupu.

Ehem, aku tak akan membahas puisi dan syair. Tapi hubunganku dengannya. Namanya Rangga. Agamis, pandai bersyair, dewasa, dapat meng’handle’ semua keegoisanku. Dan yang lebih penting aku merasa begitu dicintai.

Kami pacaran, meski belum pernah ketemu. Minggu berganti bulan, hubungan kami semakin serius. Aku kenal keluarganya di Sukbumi, sering kontak orang tuanya di Sukabumi dan dia sering ngobrol sama ibuku. Di juga berjanji akan datang segera dan kita akan ijab. Wah pokoknya gitu banget deh. Pernah ga cinta banget sama seseorang meski belum pernah ketemu?. Ya aku pernah. Suatu ketika aku dapat kabar dia kecelakaan dari adek cewenya yang seforum sama kami. Betapa terpukul. Khawatir dan tak bisa konsen seharian. Aku ingat saat itu pulang dari warnet, sore dengan terseok-seok *lebay* aku berjalan menuju kampus (aku kuliah sore setelah pulang kerja). Saat itu gerimis dan tiba-tiba telingaku mendengar lagu nidji yang…duh lupa judulnya..liriknya gini..”Kuberjalan terus tanpa henti..dan kini dia pun telah pergi..” (hapenya ga aktif, adeknya bilang dia belum sadar, minta doanya saja). Tentu aku tak mengharap dia kenapa-kenapa, tapi entah lagu itu tiba-tiba seakan membuatku jadi model soundtrack-nya.

Jangan 100% menaruh kepercayaan kepada dunia maya. Itu yang diajarkan “Paman”ku di forum itu. Beliau seakan sudah mengerti banyak perjalanan hidup dan kebohongan-kebohongan di dunia maya. Beberapa minggu setelah itu Rangga hilang. Dia sering tak membalas smsku. Telpon juga tak diangkat. Seolah menghindariku tak jelas. Aku tak habis pikir kenapa dia berbuat seperti itu setelah segala hal dia janjikan. Sama aku. Keluargaku. Kejadian itu terjadi setelah aku mengabarkan bahwa aku keluar dari warnet, itu berarti aku sudah tidak kerja lagi.

Sebulan penuh aku mengurung diri dirumah. Dunia hanya selebar ruang kamarku yang gelap. Tak ada cahaya dan segalanya. Duniaku hilang. Saat-saat itu booming lagu nidji yang sang mantan. Tapi yang paling kusuka dan kuputar adalah lagunya Five Minutes yang liriknya “Kututup hatiku untuk namamu…” *lupa judulnya*

Ah tak sebulan penuh denk aku terpuruk karena pertengahan bulan ehm atau akhir bulan ya…*lupa lagi* aku bangkit dan membuka mata dalam segala hal. Betapa aku selama ini tak pernah memperhatikan ibuku, keponakanku, sahabat-sahabatku dan semuanya. Aneh, hatiku begitu lega, dan seakan cahaya merasuk tiap pori tubuhku. Rasanya terbebas dari kutukan..kekeke..

Beberapa tahun kemudian aku menemukan kenyataan yang sangat. Sangat. Membuatku shock hingga terjatuh dari kursi dan berhari-hari ketawa seperti orang gila. Yah entah aku bodoh atau bagaimana dulu. Namun yang pasti kejadian itu memberikan banyak hikmah dan pelajaran yang kudapat.

Oke. Terakhir pesan dariku. “Jangan pernah 100% percaya dengan dunia maya.”

————-++++++—————–

AKHIRNYAAAAA SELESAAAAIIIIII

Alhamdulillah

________________________________________________________________

[Afni]

Graduation/Friend Forever (Vitamin C)

Waktu SMP dulu, saya punya tiga orang teman dekat, teman baik, semuanya perempuan. Kami sekelas dari kelas satu sampe kelas tiga. Istilah kerennya, waktu itu kami satu geng, meskipun kegiatan kami sebenernya nggak jauh-jauh dari sekedar main bareng, diskusi soal boyband barat yang waktu itu sedang marak, nonton film, dengerin kaset baru, baca majalah remaja, sampe saling curhat tentang gebetan masing-masing. Diantara ketiga teman itu, ada seorang yang letak rumahnya cukup dekat dari rumah saya. Namanya Desi. Dia tertua diantara kami, berbadan jangkung kurus, punya sifat kocak dengan mata bulat lucu dan bulu mata yang lentik. Saya selalu – nggak pernah nggak – tertawa tiap kali dia bercerita. Karena letak rumah yang nggak begitu jauh, kami sering main berdua di luar waktu yang dihabiskan berempat. Buat saya, Desi sudah seperti saudara. Mama yang overprotektif selalu senang dan tenang selama saya main dengan Desi, itu artinya saya nggak perlu keluar rumah, Desi dengan senang hati pasti datang ke rumah, selanjutnya kami akan cekikikan gaje membahas soal apa saja.

Setelah tiga tahun di bangku SMP, kami berempat akhirnya melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, SMA. Waktu itu, Desi dan seorang teman melanjutkan di SMA yang ada di kecamatan kami, seorang lagi pindah ke luar kota buat tinggal dengan neneknya, sedangkan saya melanjutkan ke SMA favorit di kabupaten. Berpisah, itu yang terjadi pada kami, kami berjanji akan terus saling berkirim kabar. Seminggu pertama, saya menguatkan diri buat pulang – pergi menempuh jarak belasan kilometer. Tapi kemudian saya tepar, ternyata fisik saya nggak cukup kuat naik turun angkot tiap hari. Akhirnya, mama memutuskan buat mencarikan rumah kos yang nggak jauh dari sekolah. Sedih rasanya, saya nggak pernah jauh dari rumah sebelumnya. Padahal jarak dari sekolah ke rumah sebenernya bisa ditempuh dalam waktu 30 – 45 menit dengan kendaraan pribadi. Saya juga nggak bisa membayangkan harus berpisah dengan teman-teman. Mau main sama siapa di kos nanti? Tapi keputusan mama nggak bisa diganggu gugat, saya harus kos biar nggak kecapean, titik. Tepat di hari ulang tahun saya yang ke-15, saya mengemasi barang yang harus dibawa ke kos. Desi yang sebelumnya sudah saya kabari, datang ke rumah pas waktu saya akan berangkat. Membawa kado berupa poster besar band favorit kami berempat – okeh, saya bilang aja, itu The Moffatts 😀 – dan dua lembar kertas. Lembar yang pertama adalah kalimat-kalimat panjang khas ababil yang intinya ngucapin selamat ulang tahun. Dan yang kedua, adalah lirik lagu ini, Vitamin C – Graduation (Friends Forever). Saya terharu waktu Desi menulis bahwa persahabatan kami, akan seperti apa yang diceritakan dalam lagu ini. Ini dia lirik yang saya paling hafal, karena selebihnya cuman dibawakan secara rap.

 

As we go on,

we remember all the times we had together…

And as our lives change come whatever,

we will still be friends forever…

 

Lagu ini jadi berarti buat saya, seiring persahabatan kami terus berjalan melalui masa SMA, dan akhirnya memasuki bangku kuliah. Nggak banyak lagi yang tersisa dari kami berempat, saya hanya punya Desi. Kami masuk di universitas yang sama, fakultas yang berbeda. Di awal-awal semester kuliah, saya bahkan mengajak Desi buat tinggal di rumah kakek yang sebenernya jaraknya cukup jauh dari kampus. Sampe akhirnya suatu hari Desi pindah karena nemu tempat kos yang nggak jauh dari kampusnya. Saya sendiri akhirnya menggunakan motor yang dibelikan mama sebagai alat transportasi ke kampus. Komunikasi kami agak berkurang, sibuk dengan kegiatan kuliah masing-masing. Sesekali waktu saya pulang ke rumah, kami ketemu, bercerita tentang kabar terbaru masing-masing. Just like that. Dia tetep sahabat saya.

Hingga akhirnya saya wisuda, saya hampir hilang kontak sama sekali dengan Desi. Saya nggak tau lagi gimana kabarnya, perkembangan kuliahnya dan sebagainya. Kabar terakhir yang saya tau, neneknya yang saya kenal sangat sabar dan baik hati meninggal dunia. Setahun lebih setelah kelulusan saya, teman yang dulu pindah ke luar kota akhirnya pulang, dia baru aja menamatkan studinya di Perguruan Tinggi Negeri di Malang. Dia bilang kangen ngumpul berempat kaya jaman SMP dulu, meskipun kami sadar banyak hal udah nggak sama lagi. Saya dan teman itu menyempatkan waktu buat datang ke acara wisuda Desi, melihatnya dikirab memasuki gedung. “Eh, main-main dong De, ke rumah lagi kaya dulu… sekarang kita kan udah lulus tuh, udah nggak sibuk lagi…,” gitu kata saya ke Desi beberapa hari setelah dia wisuda. Waktu itu Desi cuman menjawab dengan cengiran. Dan setelah berhari, berminggu dan berbulan waktu berlalu, dia nggak pernah lagi menghubungi saya. Saya maklum, saya pikir kami sama-sama mencoba peruntungan mencari kerja.

Kemudian sebuah kejadian mengubah pikiran saya. Suatu hari, beberapa orang teman SMP – yang juga adalah teman SMA Desi – datang ke rumah karena membutuhkan jasa rental komputer yang saya punya. Waktu itu ceritanya mereka bikin surat lamaran rame-rame sebelum menghadiri sebuah acara bursa kerja. Salah satu dari mereka menghubungi Desi dan bilang kalo mereka lagi ada di rumah saya, nge-print surat lamaran. Tau kah apa jawaban Desi? Dia bilang dia mau nunggu mereka aja di suatu tempat yang sebenernya nggak terlalu jauh dari rumah saya. Sejak itu, muka saya jadi sering berkerut, berpikir. Kenapa sebegitunya Desi nggak mau lagi main ke rumah? Saya salah apa ya? Masa dia udah lupa sama persahabatan kami yang dari jaman SMP? Kenapa ya? Ada apa ya? Sampe kemudian saya lelah bertanya-tanya dan menyimpulkan satu hal, dia nggak mau lagi berteman dengan saya.

Saya sedih, kecewa, bahkan mungkin marah. Ternyata dengan cara sesederhana itu, persahabatan bisa selesai. Ada yang setuju kalo waktu adalah terapis hati yang baik? Kan kita sering denger tuh, time would heal the wound, katanya… Menurut saya itu bener banget. Tapi sayangnya, waktu juga kadang menghapus sesuatu yang kita pengen punya selamanya kalo bisa. Sekuat apapun ikatannya, waktu akan merenggangkan. Sedalam apapun rasanya, waktu akan meredakan. Mungkin itu juga yang terjadi pada kami. Pada Desi. Kami sempat berpikir bisa berteman, bersahabat sampe nenek-nenek, selamanya, seperti lirik lagu ini. Tapi waktu meredakan keyakinan dan kenangan kami, merenggangkan ikatan kami.

Hmh, Friends Forever katanya… Forever never exists, right? 🙂 I should’ve known that. Saya masih suka lagu ini, mendengarnya selalu mengingatkan saya pada Desi, pada persahabatan kami berempat, pada semua hal yang pernah kami lalui sama-sama, yang akhirnya menciptakan ikatan kami. Ikatan nggak muncul begitu aja kan? 🙂

Sekarang, saat ini, saya rasa waktu telah meredakan kesedihan, kekecewaan dan kemarahan saya. Jadi, ketika beberapa hari yang lalu, saat pulang pengajian, mama menghampiri saya di kamar dan berkata, “Mama ketemu Desi barusan… kasian lo dia, kurus banget sekarang… salam buat kamu katanya…” Saya nggak menoleh sedikitpun, dan cuman menggumam, “Hah? Oh, he em…”

 _______________________________________________________________

 

P.S :

Tenang, masih ada season 3 kok… hihihihiii…